27 March 2012

Sifat-Sifat Nabi Muhammad S.A.W.

Fizikal Nabi
Telah dikeluarkan oleh Ya’kub bin Sufyan Al-Faswi dari Al-Hasan bin Ali ra. katanya: Pernah aku menanyai pamanku (dari sebelah ibu) Hind bin Abu Halah, dan aku tahu baginda memang sangat pandai mensifatkan perilaku Rasulullah SAW, padahal aku ingin sekali untuk disifatkan kepadaku sesuatu dari sifat beliau yang dapat aku mencontohinya, maka dia berkata:
Adalah Rasulullah SAW itu seorang yang agung yang senantiasa diagungkan, wajahnya berseri-seri layak bulan di malam purnamanya, tingginya cukup tidak terialu ketara, juga tidak terlalu pendek, dadanya bidang, rambutnya selalu rapi antara lurus dan bergelombang, dan memanjang hingga ke tepi telinganya, lebat, warnanya hitam, dahinya luas, alisnya lentik halus terpisah di antara keduanya, yang bila baginda marah kelihatannya seperti bercantum, hidungnya mancung, kelihatan memancar cahaya ke atasnya, janggutnya lebat, kedua belah matanya hitam, kedua pipinya lembut dan halus, mulutnya tebal, giginya putih bersih dan jarang-jarang, di dadanya tumbuh bulu-bulu yang halus, tengkuknya memanjang, berbentuk sederhana, berbadan besar lagi tegap, rata antara perutnya dan dadanya, luas dadanya, lebar antara kedua bahunya, tulang belakangnya besar, kulitnya bersih, antara dadanya dan pusatnya dipenuhi oleh bulu-bulu yang halus, pada kedua teteknya dan perutnya bersih dari bulu, sedang pada kedua lengannya dan bahunya dan di atas dadanya berbulu pula, lengannya panjang, telapak tangannya lebar, halus tulangnya, jari telapak kedua tangan dan kakinya tebal berisi daging, panjang ujung jarinya, rongga telapak kakinya tidak menyentuh tanah apabila baginda berjalan, dan telapak kakinya lembut serta licin tidak ada lipatan, tinggi seolah-olah air sedang memancar daripadanya, bila diangkat kakinya diangkatnya dengan lembut (tidak seperti jalannya orang menyombongkan diri), melangkah satu-satu dan perlahan-lahan, langkahnya panjang-panjang seperti orang yang melangkah atas jurang, bila menoleh dengan semua badannya, pandangannya sering ke bumi, kelihatan baginda lebih banyak melihat ke arah bumi daripada melihat ke atas langit, jarang baginda memerhatikan sesuatu dengan terlalu lama, selalu berjalan beriringan dengan sahabat-sahabatnya, selalu memulakan salam kepada siapa yang ditemuinya.


Kebiasaan Nabi
Kataku pula: Sifatkanlah kepadaku mengenai kebiasaannya!Jawab pamanku: Adalah Rasulullah SAW itu kelihatannya seperti orang yang selalu bersedih, senantiasa banyak berfikir, tidak pernah beristirshat panjang, tidak berbicara bila tidak ada keperluan, banyak diamnya, memulakan bicara dan menghabiskannya dengan sepenuh mulutnva, kata-katanya penuh mutiara mauti manikam, satu-satu kalimatnya, tidak berlebih-lebihan atau berkurang-kurangan, lemah lembut tidak terlalu kasar atau menghina diri, senantiasa membesarkan nikmat walaupun kecil, tidak pernah mencela nikmat apa pun atau terlalu memujinya, tiada seorang dapat meredakan marahnya, apabila sesuatu dari kebenaran dihinakan sehingga dia dapat membelanya.

Dalam riwayat lain, dikatakan bahwa baginda menjadi marah kerana sesuatu urusan dunia atau apa-apa yang bertalian dengannya, tetapi apabila baginda melihat kebenaran itu dihinakan, tiada seorang yang dapat melebihi marahnya, sehingga baginda dapat membela kerananya. Baginda tidak pernah marah untuk dirinya, atau membela sesuatu untuk kepentingan dirinya, bila mengisyarat diisyaratkan dengan semua telapak tangannya, dan bila baginda merasa takjub dibalikkan telapak tangannya, dan bila berbicara dikumpulkan tangannya dengan menumpukan telapak tangannya yang kanan pada ibu jari tangan kirinya, dan bila baginda marah baginda terus berpaling dari arah yang menyebabkan ia marah, dan bila baginda gembira dipejamkan matanya, kebanyakan ketawanya ialah dengan tersenyum, dan bila baginda ketawa, baginda ketawa seperti embun yang dingin.

Berkata Al-Hasan lagi: Semua sifat-sifat ini aku simpan dalam diriku lama juga. Kemudian aku berbicara mengenainya kepada Al-Husain bin Ali, dan aku dapati ianya sudah terlebih dahulu menanyakan pamanku tentang apa yang aku tanyakan itu. Dan dia juga telah menanyakan ayahku (Ali bin Abu Thalib ra.) tentang cara keluar baginda dan masuk baginda, tentang cara duduknya, malah tentang segala sesuatu mengenai Rasulullah SAW itu.


Rumah Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Aku juga pernah menanyakan ayahku tentang masuknya Rasulullah SAW lalu dia menjawab: Masuknya ke dalam rumahnya bila sudah diizinkan khusus baginya, dan apabila baginda berada di dalam rumahnya dibagikan masanya tiga bagian. Satu bagian khusus untuk Allah ta’ala, satu bagian untuk isteri-isterinya, dan satu bagian lagi untuk dirinya sendiri. Kemudian dijadikan bagian untuk dirinya itu terpenuh dengan urusan di antaranya dengan manusia, dihabiskan waktunya itu untuk melayani semua orang yang awam maupun yang khusus, tiada seorang pun dibedakan dari yang lain.

Di antara tabiatnya ketika melayani ummat, baginda selalu memberikan perhatiannya kepada orang-orang yang terutama untuk dididiknya, dilayani mereka menurut kelebihan diri masing-masing dalam agama. Ada yang keperluannya satu ada yang dua, dan ada yang lebih dari itu, maka baginda akan duduk dengan mereka dan melayani semua urusan mereka yang berkaitan dengan diri mereka sendiri dan kepentingan ummat secara umum, coba menunjuki mereka apa yang perlu dan memberitahu mereka apa yang patut dilakukan untuk kepentingan semua orang dengan mengingatkan pula: “Hendaklah siapa yang hadir menyampaikan kepada siapa yang tidak hadir. Jangan lupa menyampaikan kepadaku keperluan orang yang tidak dapat menyampaikannya sendiri, sebab sesiapa yang menyampaikan keperluan orang yang tidak dapat menyampaikan keperluannya sendiri kepada seorang penguasa, niscaya Allah SWT akan menetapkan kedua tumitnya di hari kiamat”, tiada disebutkan di situ hanya hal-hal yang seumpama itu saja.

Baginda tidak menerima dari bicara yang lain kecuali sesuatu untuk maslahat ummatnya. Mereka datang kepadanya sebagai orang-orang yang berziarah, namun mereka tiada meninggalkan tempat melainkan dengan berisi. Dalam riwayat lain mereka tiada berpisah melainkan sesudah mengumpul banyak faedah, dan mereka keluar dari majelisnya sebagai orang yang ahli dalam hal-ihwal agamanya.


Luaran Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Kemudian saya bertanya tentang keadaannya di luar, dan apa yang dibuatnya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW ketika di luar, senantiasa mengunci lidahnya, kecuali jika memang ada kepentingan untuk ummatnya. Baginda selalu beramah-tamah kepada mereka, dan tidak kasar dalam bicaranya. Baginda senantiasa memuliakan ketua setiap suku dan kaum dan meletakkan masing-masing di tempatnya yang layak. Kadang-kadang baginda mengingatkan orang ramai, tetapi baginda senantiasa menjaga hati mereka agar tidak dinampakkan pada mereka selain mukanya yang manis dan akhlaknya yang mulia. Baginda selalu menanyakan sahabat-sahabatnya bila mereka tidak datang, dan selalu bertanyakan berita orang ramai dan apa yang ditanggunginya. Mana yang baik dipuji dan dianjurkan, dan mana yang buruk dicela dan dicegahkan.

Baginda senantiasa bersikap pertengahan dalam segala perkara, tidak banyak membantah, tidak pernah lalai supaya mereka juga tidak suka lalai atau menyeleweng, semua perkaranya baik dan terjaga, tidak pernah meremehkan atau menyeleweng dari kebenaran, orang-orang yang senantiasa mendampinginya ialah orang-orang paling baik kelakuannya, yang dipandang utama di sampingnya, yang paling banyak dapat memberi nasihat, yang paling tinggi kedudukannya, yang paling bersedia untuk berkorban dan membantu dalam apa keadaan sekalipun.


Majlis Nabi
Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya lalu bertanya pula tentang majelis Nabi SAW dan bagaimana caranya ? Jawabnya: Bahwa Rasulullah SAW tidak duduk dalam sesuatu majelis, atau bangun daripadanya, melainkan baginda berzikir kepada Allah SWT baginda tidak pernah memilih tempat yang tertentu, dan melarang orang meminta ditempatkan di suatu tempat yang tertentu. Apabila baginda sampai kepada sesuatu tempat, di situlah baginda duduk sehingga selesai majelis itu dan baginda menyuruh membuat seperti itu. Bila berhadapan dengan orang ramai diberikan pandangannya kepada semua orang dengan sama rata, sehingga orang-orang yang berada di majelisnya itu merasa tiada seorang pun yang diberikan penghormatan lebih darinya. Bila ada orang yang datang kepadanya kerana sesuatu keperluan, atau sesuatu masliahat, baginda terus melayaninya dengan penuh kesabaran hinggalah orang itu bangun dan kembali.

Baginda tidak pernah menghampakan orang yang meminta daripadanya sesuatu keperluan, jika ada diberikan kepadanya, dan jika tidak ada dijawabnya dengan kata-kata yang tidak mengecewakan hatinya. Budipekertinya sangat baik, dan perilakunya sungguh bijak. Baginda dianggap semua orang seperti ayah, dan mereka dipandang di sisinya semuanya sama dalam hal kebenaran, tidak berat sebelah. Majelisnya semuanya ramah-tamah, segan-silu, sabar menunggu, amanah, tidak pemah terdengar suara yang tinggi, tidak dibuat padanya segala yang dilarangi, tidak disebut yang jijik dan buruk, semua orang sama kecuali dengan kelebihan taqwa, semuanya merendah diri, yang tua dihormati yang muda, dan yang muda dirahmati yang tua, yang perlu selalu diutamakan, yang asing selalu didahulukan.

Berkata Al-Hasan ra. lagi: Saya pun lalu menanyakan tentang kelakuan Rasulullah SAW pada orang-orang yang selalu duduk-duduk bersama-sama dengannya? Jawabnya: Adalah Rasulullah SAW selalu periang orangnya, pekertinya mudah dilayan, seialu berlemah-lembut, tidak keras atau bengis, tidak kasar atau suka berteriak-teriak, kata-katanya tidak kotor, tidak banyak bergurau atau beromong kosong segera melupakan apa yang tiada disukainya, tidak pernah mengecewakan orang yang berharap kepadanya, tidak suka menjadikan orang berputus asa. Sangat jelas dalam perilakunya tiga perkara yang berikut. Baginda tidak suka mencela orang dan memburukkannya. Baginda tidak suka mencari-cari keaiban orang dan tidak berbicara mengenai seseorang kecuali yang mendatangkan faedah dan menghasilkan pahala.

Apabila baginda berbicara, semua orang yang berada dalam majelisnya memperhatikannya dengan tekun seolah-olah burung sedang tertengger di atas kepala mereka. Bila baginda berhenti berbicara, mereka baru mula berbicara, dan bila dia berbicara pula, semua mereka berdiam seribu basa. Mereka tidak pernah bertengkar di hadapannya. Baginda tertawa bila dilihatnya mereka tertawa, dan baginda merasa takjub bila mereka merasa takjub. Baginda selalu bersabar bila didatangi orang badwi yang seringkali bersifat kasar dan suka mendesak ketika meminta sesuatu daripadanya tanpa mahu mengalah atau menunggu, sehingga terkadang para sahabatnya merasa jengkel dan kurang senang, tetapi baginda tetap menyabarkan mereka dengan berkata: “Jika kamu dapati seseorang yang perlu datang, hendaklah kamu menolongnya dan jangan menghardiknya!”. Baginda juga tidak mengharapkan pujian daripada siapa yang ditolongnya, dan kalau mereka mau memujinya pun, baginda tidak menggalakkan untuk berbuat begitu. Baginda tidak pernah memotong bicara sesiapa pun sehingga orang itu habis berbicara, lalu barulah baginda berbicara, atau baginda menjauh dari tempat itu.


Diamnya Nabi
Berkata Al-Hasan r.a. lagi: Saya pun menanyakan pula tentang diamnya, bagaimana pula keadaannya? Jawabnya: Diam Rasulullah SAW bergantung kepada mempertimbangkan empat hal, yaitu: Kerana adab sopan santun, kerana berhati-hati, kerana mempertimbangkan sesuatu di antara manusia, dan kerana bertafakkur. Adapun sebab pertimbangannya ialah kerana persamaannya dalam pandangan dan pendengaran di antara manusia. Adapun tentang tafakkurnya ialah pada apa yang kekal dan yang binasa. Dan terkumpul pula dalam peribadinya sifat-sifat kesantunan dan kesabaran. Tidak ada sesuatu yang boleh menyebabkan dia menjadi marah, ataupun menjadikannya membenci. Dan terkumpul dalam peribadinya sifat berhati-hati dalam empat perkara, iaitu: Suka membuat yang baik-baik dan melaksanakannya untuk kepentingan ummat dalam hal-ehwal mereka yang berkaitan dengan dunia mahupun akhirat, agar dapat dicontohi oleh yang lain. Baginda meninggalkan yang buruk, agar dijauhi dan tidak dibuat oleh yang lain. Bersungguh-sungguh mencari jalan yang baik untuk maslahat ummatnya, dan melakukan apa yang dapat mendatangkan manfaat buat ummatnya, baik buat dunia ataupun buat akhirat.

26 March 2012

Jom ke mandala tamadun!

Memasuki mandala tamadun kita temukan dua elemen yang berimbang: Kemajuan kebendaan serta perkembangan pemikiran atau intelektual yang tinggi. Itulah neraca peradaban yang sebenarnya. Tiada neraca lain yang setara dengannya.
Tamadun dibina dan dikembangkan  demi  kemaslahatan umat manusia, kerana akhirnya manusialah yang memberi rupa dan makna kepada sesuatu tamadun.

Kemajuan kebendaan yang tidak diimbangi perkembangan pemikiran atau intelektual yang tinggi, akan membentuk rupa bangsa yang cela. Rupa bangsa yang cela, akibat meremehkan pemikiran tinggi, akan berada jauh dari titik pusat falsafah, budaya, seni, moral dan kemanusiaan itu sendiri. Banyak negara di mana penguasanya melakukan opresi menyekat perkembangan pemikiran dan intelektual rakyatnya, secara dramatik melihat kerusi kekuasaannya lenyap dalam masa yang singkat.
Masalah bagi sesetengah penguasa ialah mereka menganggap cara yang kuno dan tidak manusiawi itu sebagai sesuatu yang masih relevan dengan zaman ini.

Watak dan struktur sesuatu masyarakat biasanya diramu dan diteguhkan daripada hubungan elemen-elemen sosial yang alamiah, kerana dinamika sosial selalu mengharapkan kemaslahatan umat manusia yang dicipta melalui pendekatan serta dasar-dasar yang betul lagi manusiawi.
Dengan ayat yang lain, mana-mana penguasa yang menanganinya  secara salah dan tidak manusiawi, akan berhadapan dengan kegagalan.


Mencipta masyarakat bertamadun akan lebih mudah setelah anggota masyarakat mempunyai atau memiliki (bukan lagi tiga, tetapi) lima keperluan asas: makanan, kediaman, pakaian,  pendidikan, dan peluang pekerjaan yang sewajarnya  dalam suasana negara  yang aman pula.
Sesudah itu, jalan terhampar untuk setiap anggota masyarakat, atau organisasi sosial, atau institusi sosial,  bergerak secara sukarela untuk memperbaiki lagi pelbagai aspek kehidupan anggota masyarakatnya.

Akan tetapi jika penguasa gagal menyediakan lima keperluan asas tersebut dengan latar belakang negara bersuasana aman, watak yang dicipta oleh penguasa ialah watak pincang yang memberontak.
Watak-watak yang memilih jalan lain untuk mengatur masa depan kumpulannya tanpa mengendahkan undang-undang serta nilai moral ̈C kerana tiada harapan lagi terhadap penguasa.

Menekan kumpulan ini dengan tujuan untuk melumpuhkan atau menghapuskannya, bukanlah penyelesaian yang baik bagi kerangka masyarakat bertamadun. Kerana opresi akan membangkitkan lebih banyak penentangan.

Ringkasan Ketamadunan Zaman Rasulullah S.A.W.

Pada umumnya, tamadun manusia telah wujud semenjak Nabi Adam a.s dicipta oleh Allah s.w.t. Perkara utama yang diberikan kepada Nabi Adam adalah ilmu pengetahuan yang tidak dapat ditandingi oleh ilmu para malaikat (al-Baqarah 2: 31-32).

Ilmu inilah asas kecemerlangan ummah dan paksi kepada kekuatan Islam. Pada zaman Nabi Muhammad s.a.w, satu ciri terpenting pembinaan tamadun manusia yang dicapai ketika itu ialah pembentukan Madinah sebagai pusat ilmu dan elemen perpaduan antara kaum yang wujud secara praktikal.

Masjid Nabawi, Madinah...

Sejarah Islam memperlihatkan Madinah telah menjadi satu pusat yang penting dalam penyebaran ilmu ke segenap pelusuk yang boleh dicapai ketika itu. Ini termasuklah ke segenap daerah al-Jazirah, al-Sham, Iraq, Euthopia dan Mesir. Dari aspek perpaduan, ia dapat dilihat ketika mana Nabi Muhammad s.a.w membuat satu perjanjian yang dikenali sebagai Piagam Madinah dalam mendirikan sebuah negara yang menjadi pelindung kepada rakyat.

Piagam yang mengandungi 47 Fasal tersebut diiktiraf sebagai model bertulis yang
pertama wujud dalam dunia. Kandungan piagam tersebut
secara ringkas adalah seperti berikut:

1. Kaum Yahudi hendaklah hidup berdamai dengan kaum Muslimin; kedua
belah pihak bebas mengamalkan ajaran masing-masing.

2. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib mempertahankan kota Madinah dari
serangan musuh dan bekerjasama melawan sesiapa sahaja yang memerangi
mereka.

3. Perdamaian dengan pihak lain hendaklah mendapat persetujuan kedua-dua belah pihak.

4. Sesiapa yang tinggal di luar kota Madinah akan dilindungi kecuali orang
yang zalim dan bersalah.

5. Sekiranya timbul perselisihan antara kaum Yahudi dan Muslim maka
penyelesaiannya hendaklah dirujuk kepada Allah (al-Kitab) dan Rasul di
mana Rasulullah s.a.w adalah pemimpin umum penduduk Madinah.

Berdasarkan kepada sirah ini, dapat disimpulkan bahawa elemen ilmu
merupakan dasar kepada pembinaan masyarakat yang bertamadun. Manakala perpaduan antara kaum adalah manifestasi daripada kejayaan negara Islam Madinah dalam memberi perlindungan kepada semua rakyat tidak kira agama, bangsa mahupun warna kulit. Praktik para anbiya’ ini menjadi dorongan dan contoh kepada umat Islam untuk terus mencetuskan tamadun yang gemilang seperti saat penguasaan Islam terhadap wilayah-wilayah dunia di timur dan barat.

AKSARA RENCONG a.k.a TULISAN RENCONG - TULISAN MELAYU ASLI



Siapa kata orang Melayu tiada tulisan ciptaan bangsa mereka sendiri? Sebelum tulisan Rumi digunakan dalam persuratan bahasa Melayu, orang-orang Melayu pernah menggunakan sekurang-kurangnya empat jenis tulisan iaitu Rencong, Kawi, Palava dan Jawi. Antara keempat-empat tulisan tersebut, hanya tulisan Rencong sahaja yang dikenalpasti sebagai tulisan Melayu yang asli. Tetapi sayang, tulisan Rencong, Kawi dan Palava telah lama pupus manakala Jawi pula dalam keadaan nyawa-nyawa ikan.

SEJARAH AKSARA RENCONG

Aksara Rencong telah digunakan dalam persuratan Bahasa Melayu Purba (zaman sebelum kedatangan pedagang India ke Kepulauan Melayu).



‘Aksara Rencong’ ialah huruf-huruf Melayu asli yang digunakan oleh orang-orang Melayu pada zaman purba dalam sistem penulisan Bahasa Melayu Purba. 'Rencong' adalah perkataan Melayu yang bererti 'serong' dan ia dikenali sedemikian kerana huruf-hurufnya yang serong. Aksara Rencong didapati telah wujud lebih awal daripada aksara Jawa Kuno (tulisan Kawi). Ia juga merupakan tulisan Melayu tertua yang digunakan dalam sistem persuratan bahasa Melayu sejak abad keenam masihi iaitu ketika zaman kerajaan Melayu Srivijaya di Sumatera. 


Penggunaan tiub buluh dalam aksara Rencong...


Walaubagaimanapun, tulisan Rencong dipercayai telah pun digunakan sebelum abad ketiga masihi lagi. Aksara ini dicipta oleh orang-orang Melayu dengan meniru bentuk-bentuk cabang, ranting, potongan kayu dan bentuk aliran sungai. Tulisan Melayu Purba ini telah dijumpai pada tahun 1892 pada sebatang tiang batu iaitu Batu Bersurat Kota Kapur di Kota Kapur, Bangka Barat, Sumatera, Indonesia. Selain Rencong, aksara Kawi dan Palava (kedua-duanya dari India) juga pernah digunakan dalam persuratan Bahasa Melayu Kuno. Namun begitu, aksara Rencong merupakan satu-satunya tulisan yang dicipta oleh orang Melayu tanpa pengaruh dari luar Nusantara atau Alam Melayu. Dengan menggunakan huruf-huruf Rencong, Kawi dan Palava, orang-orang Melayu Purba dan Melayu Kuno menulisnya di atas kulit-kulit kayu, kulit binatang, daun-daun lontar, kepingan-kepingan logam dan juga pada batu-bata (termasuk batu bersurat).


Tiub buluh yang ditanggalkan untuk penulisan Rencong.


Setelah penyebaran Islam di Kepulauan Melayu, orang-orang Melayu Klasik cuba untuk terus menggunakan aksara Rencong (serta Kawi dan Palava) untuk menulis tentang Islam. Mereka mendapati ketiga-tiganya tidak sesuai kerana tidak mampu untuk merakam bunyi perkataan-perkataan baru dari al-Quran dan hadis secara tepat. Daripada mencipta atau menambah huruf baru pada aksara Rencong, Kawi atau Palava, orang-orang Melayu Klasik telah mengambil keputusan untuk mengabaikan terus ketiga-tiga tulisan tersebut. Sebaliknya, orang-orang Melayu Klasik cuba mengeksperimennya ke atas huruf-huruf Arab dengan mengejanya dalam bahasa Melayu. Hasilnya, lahirlah tulisan Jawi yang berasaskan huruf-huruf Arab dengan beberapa huruf tambahan dan digunapakai dalam sistem persuratan Bahasa Melayu Klasik. Walaubagaimanapun, aksara Rencong terus digunakan di Minangkabau dan Sumatera Selatan (Bangkahulu dan hulu Palembang), kekal hingga kurun ke-18 iaitu sebelum Belanda menjajah Indonesia.


Tulisan Jawi mengambil alih peranan sebagai sistem penulisan Bahasa Melayu Klasik selepas kedatangan Islam di Kepulauan Melayu.

20 March 2012

LAMBANG KEMEGAHAN TAMADUN



Apabila disebut sahaja mengenai Tujuh keajaiban Dunia, pasti ramai diantara kita yang akan membayangkan mengenai Tembok Besar China, Taj Mahal dan Piramid. Namun apakah kita sedar bahawa kesemua monumen atau binaan ini bukan sahaja ajaib atau hebat di mata kita, tetapi ia sebenarnya merupakan salah satu lambang kehebatan dan kemegahan sesuatu tamadun itu. Binaan-binaan ini juga membezakan satu tamadun dengan tamadun yang lain.
Selain dari Tujuh Keajaiban Dunia yang terdapat pada masa kini, terdapat banyak lagi binaan atau monumen yang terdapat di seluruh pelusuk dunia ini yang masih lagi belum diketahui ramai orang. Antaranya:


1. Banaue Rice Terraces di Filipina
Banaue Rice Terraces merupakan sawah irrigasi kuno yang terletak di Filipina. Berusia 2000 tahun, sawah ini dibina bertingkat-tingkat di Gunung Ifugo. Sawah ini berada pada ketinggian 1500 meter dari paras laut dan mengelilingi lereng gunung sejauh 10360 kilometer persegi. Sumber air untuk mengairi sawah itu juga dperoleh dari kawasan hutan di atas gunung tersebut. Sehingga hari ini, penduduk di sekitar gunung tersebut masih lagi bercucuk tanam di lereng gunung tersebut. Sawah tersebut dianggap luar biasa disebabkan kedudukannya yang berada di       kawasan gunung berbeza dengan kawasan tanaman yang selalunya berada di lembah-lembah sungai.

2. .Sigiriya di Sri Langka

Ia merupakan sisa-sisa peninggalan istana kuno yang terletak di atas bukit batu. Ia juga dipanggil Batu Singa.Terletak di Matale District, Sri Lanka, dikelilingi hutan, waduk, juga kebun. Sigiriya dibina pada masa pemerintahan Raja Kassapa 1 yang memerintah dari 477-495 AD. Kedudukan yang menarik sekiranya dilihat dari atas menjadi tarikan pengunjung.

3. Tower of Hercules di Sepanyol

Menara Hercules merupakan mercu tanda Tamadun Rom yang masih kekal sehingga kini. Terletak di semanjung, 2.4 kilometer dari pusat Corunna, Galicia, barat laut Sepanyol. Tinngi menara ini ialah 55 meter menghadap pantai Atlantik Utara, Sepanyol. Usianya dianggarkan mencapai 1900 tahun dan masih berfungsi sehingga kini.




4. Toru, Kota Kuno di Polandia Utara

Kota Toru dikatakan sudah ada sejak tahun 1100 sebelum masihi lagi. Kota tersebut dibangukan oleh pemerintah pada waktu tersebut dan berkembang menjadi pusat perdagangan penting pada abad pertengahan.



5. Menara Condong Pisa
Menara Pisa (La Torre di Pisa) merupakan menara loceng. Menara ini terletak di sebalik gereja besar dan merupakan struktur ketiga yang dibina di Piazza del Duomo ("Dataran Gereja") di Pisa.Meskipun sepatutnya berdiri betul-betul tegak, namun menara ini mula condong ke arah tenggara sejurus selepas bermulanya pembinaan pada tahun 1173 kerana asasnya yang lemah dan substrat longgar yang membolehkan asas menara beranjak arah. Kini, menara ini condong ke arah barat daya.

6. Ajanta Caves di India

Gua Ajanta di Maharashta ini mempunyai lukisan-lukisan patung Buddha yang mempunyai seni yang tinggi. Ianya dibina mulai abad ke 2 BC. Namun gua ini ditinggalkan selama 1300 tahun dan ditumbuhi semak samun hingga menjadi hutan. Tiada siapa yang tahu kewujudannya sehinggalah seorang kapten Inggeris memasukinya secara tidak sengaja pada tahun 1819.



7.  Metéora, Bangunan di Puncak Gunung Batu Athos, Yunani.

Binaan ini ialah kompleks biara ortodoks Timur paling besar dan paling penting di Yunani. Binaannya dianggap unik kerana dibina di atas puncak gunung batu. Keadaan muka bumi yang sulit untuk dilalui memerlukan kesabaran yang tinngi. Tangga panajng dan jaring digunakan untuk mengangkut barang atau manusia.


 8. Chichen Itza


Merupakan peninggalan arkeologi suku Maya di Mexico yang paling lengkap serta masih terjaga dengan baik. Menurut buku budaya suku Maya dari Chilam Balam, kompleks candi ini dibangunkan antara tahun 502-522 Masihi. Suku Maya hanya mendiaminya selama 200 tahun, kemudian mereka berpindah ke daerah pantai di Campeche.

9. Colosseum Italia, Roma

Merupakan sebuah amphitheatre yang terletak di Rome , Itali. Nama asalny ialah “Flavian Amphitheatre” dan dibina oleh Raja Vespasian yang kemudiannya diselesaikan oleh anaknya Titus. Set ini mampu menampung 50000 orang penonton.

10. Tembok Besar China

Tembok batu paling panjang yang pernah dibina oleh masyarakat dahulu kala. Panjangnya ialah 6400 kilometer. Ianya dibina bertujuan untk menghalang dari diserang oleh bangsa Monggol.

11. Machu Picchu di Peru

Machu Picchu (“Gunung Tua” dalam bahasa Quechua; sering juga disebut “Kota Inca yang hilang”) adalah sebuah lokasi runtuhan Inca pra-Columbus yang terletak di wilayah pegunungan pada ketinggian sekitar 2350 m dari paras laut. Berada di atas lembah Urubamba di Peru, sekitar 70 km barat laut Cusco. Merupakan simbol Kerajaan Inka yang paling terkenal. Dibangun pada sekitar tahun 1450, tetapi ditinggalkan seratus tahun kemudian, ketika bangsa Sepanyol berhasil menaklukan Kerajaan Inka.
12. kota Petra, Jordan
Petra merupakan bangunan yang dibina hasil dari memahat gunung batu. Dibina pada tahun 9 sebelum Masihi-40 Masihi oleh Raja Aretas IV. Ianya dilengkapi system pengairan yang rumit iaitu terowong air dan bilik air yang menyalurkan air bersih ke kota.


 13. Taj Mahal di Agra, India
Dibina diatas keinginan raja Mughal Shah Jahan untuk isterinya, Mumtaz Mahal. Pembinaannya mengambil masa selama 23 tahun (1630-1653). Arkiteknya ialah Ustaz Ahmad mengumpulkan 20000 orang pekerja yang terdiri dari tukang batu, tukang emas, dan pengukir yang termasyhur dari seluruh dunia. Dengan bumbung, kubah dan menara yang buat dari marmar putih, serta seni mozak yang indah. Sebanyak 43 jenis batu permata, iaitu berlian, jed, kristal, topaz, dan nilam telah digunakan untuk mempamerkan keindahan Taj Mahal.
14. Piramid di Giza
.Merupakan piramid tertua dan terbesar dari tiga piramid yang ada di Nekropolis Giza. Dibangunkan sebagai makam untuk firaun dinasti keempat Mesir, Khufu. Mengambil masa selama lebih dari 20 tahun pada sekitar tahun 2560 SM. Tiga piramid yang lebih kecil untuk isteri Khufu.

15. Acropolis of Athens
Acropolis adalah dataran tinggi berbatu setinggi 156 m, dan ada beberapa runtuhan bangunan kuno yang dulunya adalah kuil yg menjadi pusat sejarah Athen. Mula dibangunkan pada 1300 SM. Acropolis sebenarnya sebuah kota kecil yang permai, sebelum kerajaan Parsi menghancurkannya pada tahun 480 SM. Setahun kemudian tentera Yunani mengalahkan Parsi dan membangunkan semula kuil-kuil itu. Antara tahun 467 sampai 404 SM, bangunan tersebut selesai dibina. Pada tahun 1834 Athen menjadi ibu kota Yunani.
16. Alhambra di Granada, Sepanyol.
Merupakan sebuah kompleks istana sekaligus benteng yang megah pada zaman pemerintahan khalifah bani Ummayah yang mencakupi kawasan berbukit di kota Granada. Istana ini dibangunkan sebagai tempat tinggal khalifah beserta para pembesarnya.

 17. Christ The Redeemer
Merupakan patung Jesus Christ yang mempunyai gaya arkitektur Art Décor terbesar yang terdapat di Rio De Janerio, Brazil. Patung setinggi 38 meter dan terletak di puncak Gunung Corcovado.




Kesimpulannya, kita sebagai generasi muda haruslah mengambil inisiatif untuk mengetahui dengan lebih lanjut lagi tentang sejarah tamadun-tamadun lama ini. Perlu kita lihat dan kaji apakah yang dilakukan oleh masyarakat zaman dahulu untuk mengembangkan lagi tamadun mereka agar dikenali oleh tamadun-tamadun lain selain mengambil iktibar daripada sebab-sebab keruntuhan tamadun sesuatu bangsa itu.

17 March 2012

Wacana Facebook: Polimik Persejarahan dan Jati Diri Melayu...

Selang beberapa hari yang lepas, saya dan beberapa rakan Facebook membahaskan perihal pensejarahan dan jati diri Melayu. Di sini saya lampirkan beberapa jawapan balas daripada pelbagai sudut pandang untuk perkongsian bersama para pembaca sekalian. Saya lampirkan secara verbatim jadi maaf kalau ada bahasa rojak dan juga singkatan perkataan.


Permulaan thread/status Facebook:
"Jijik sangat ke perjuangkan nasib bangsa sendiri? Tanah air ini bukan wujud lepas zaman pasca-kolonial. Kita meneruskan sejarah lampau yang panjang. Biarpun perjuangan Melayu itu tercemar dek kezaliman gol. bangsawan tak kira UMNO etc., bukan hakikat perjuangan itu kotor sendiri.


  •         M. Rafiq: "man 'arofa nafsahu faqod 'arofa RABBahu"..inilah keyword bagi kekuatan sesuatu bangsa..siapa yg mengenal dirinya maka dia akan mengenal RABBnya..bukankah sekuat mana kita bergantung pada RABB maka sekuat itulah pertolongan RABB pada hambaNYA..bila bangsa(baca : melayu) meninggalkan makna dirinya maka Tuhan pun akan meninggalkan hambaNYA...



  •         Wan Aimran: "Kita meneruskan sejarah lampau yang panjang."

How far back in history do we want to go? Will it involve an erasure and re-writing of our past?

God knows best.



  •         Wan Rausyanfikir: We should choose our datum when Islam reaches here. That's it. The rest are not as important as Islamic historical impact that lasted very much here.



  •          M. Rafiq: Banyak berbeza pendapat tentang teori sejarah buat ape..yg rugi org awam..aku setuju dgn Wan.."The rest are not as important as Islamic historical impact that lasted very much here."..ada yg lebih penting patut kita sedari bukan bermaksud denying the other historical fact..takkan dgn sejarah bangsa pun nak liberal kot? aneh2



  •          Nik Azmi: "...We should choose our datum when Islam reaches here. That's it..." In my opinion, that's exactly what Wan Aimran's question was trying to extract, although what he intended to extract is up to him. The history of nation cannot be conveniently cherry-picked, not can a cut-off date be arbitrarily decided, lest we impair our own objectivity.... See MoreI am certainly against introducing such a cut-off date for the reason stated above.           "...The rest are not as important as Islamic historical impact that lasted very much here..." And that depends on what is "Islam" that's been discussed here. If Islam does not allow us to disown our father, can we then disown our father's father, and their fathers before that? (figuratively) Did the Prophet himself disown his own history prior to Prophethood?          If, for example, we can rely just on "Islam" or "Islamic history" to guide us into the future, one wonders if that can be sufficient for mankind to reflect, especially Muslim history itself is riddled with many un-Islamic events. Given the chance, would we place reliance on "pre-Islam" history which is good, or do we rely on "post-Islam" history which is bad?
    Why did the Quran bother to repeat the stories of the crushed nations were it not for us to learn from the "un-Islamic" history?As such, I am of the opinion that "pre-Islam" history is as important as the post one. Lest we forget that the Quran is full of stories so that we may reflect.Verily, Allah knows best



  •          Imran Mustafa: Bismillahirrahmanirrahim,
"We should choose our datum when Islam reaches here."
When actually did Islam 'reached' the Archipelago? What does 'reach' mean, anyway? Surely one cannot say that Islam has 'reached' the Archipelago if there's only a few hundred conversions in a very specific geographical area, or could one? The idea itself is just wrong, as the development and spreading of religion cannot be traced as easily as, say, the spreading of empires.... And I am quite troubled by this notion of cherry picking, as Azmi said. If any previous identity and practices were washed clean, then surely in the modern world we would not have any cultural practices that are similar to that practiced by Hindus. One might say that Malays have been 'Islamised' and things like this, but that does not negate the fact that some of the practices are from local influences that are not strictly 'Islamic'.
This idea simply compartmentalised history, which is wrong as human beings do exchange things during their historical interactions. By saying that, you simply show that you are not interested in anything that is not within your agenda. That, as Azmi said, impairs objectivity, which is, quite simply, the search for truth.
Without objectivity, how can one be a public intellectual? How can one educate people when one is not interested in the truth, rather, puts a line arbitrarily on the ground?
"takkan dgn sejarah bangsa pun nak liberal kot? "
Fakta adalah fakta. Liberalisme adalah satu ideologi. Tak ada kena mengena fakta yang liberal. In fact, tak masuk akal pun ayat tersebut.
Wallahua'lam



  •          Wan Rausyanfikir: @Imran and Nik:
          T kasih kerana sudi bagi komentar yang kritis. Tapi aku rasa kamu berdua agak tersasar dalam menilai ma'na hujah aku yang sebenar.
Pertama, premis yang aku berikan tiada bermaksud untuk disown mana-mana sejarah pra-Islam sebagai satu yang nihil. Seperti mana fakta-fakta lain, rentetan peristiwa itu masih merupakan fakta selagi mana ada pembuktian. Tetapi, fakta tiada boleh disamakan dengan hakikat. Fakta sejarah dan hakikat sejaah berbeda dari segi ontologi. Kita boleh lontarkan indeks fakta sejarah ribuan tahun tapi tiada semua fakta itu boleh diberi kebenaran yang sama darjat....
         Bertitik tolak dari inilah para pemikir Barat dan Islam bersikap memusatkan datum masing-masing pada titik yang paling signifikan dalam merangka jati diri bangsa masing-masing.
Bagi Barat seperti yang dikatakan Heidegger, mereka harus bermula mendefinisikan jati diri mereka sebagai satu hakikat daripada Tamadun Yunani purba.
In our case, the Malay-ness of Malay has a very intimate ontological connection with Islam thus could best be described the Malay-ness and Islam as "isi dan kuku".
            Sudah tentu kita perakui akan kewujudan pengaruh Hindu dan Buddha dalam the Malay-ness of our Jati Diri tapi telah diIslamisasikan dengan jayanya oleh para ulama' mutahaqqiqun. Kita masih lagi menerima konsep budi dan jiwa yang bukan asal daripada bahasa Arab Islami tapi MA'NA kata kunci tersebut tiada mencerminkan HAKIKAT MA'NAWIYYAH-nya yang asal sebelum Islam datang.
           I guess my last piece of advices are do read Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu carefully. You might disagree now but perhaps if you get clear understanding of Prof. Al-Attas' elucidation of everything from the historical facts of Islamization process, its empirical evidences, its context etc. Insya-Allah wou will be able to understand my line of thoughts in this matter. Some people have read it but they have not read it carefully or ignorantly (yes, reading great works requires some preparation) due to the epistemological error they have in their worldview (this is where liberalization of Historical facts could happen from MISLED INTERPRETATION) thus leading to erroneous conclusion EVEN being presented with CORRECT FACTS.
         Once you are back in Malaysia, perhaps we can pay a visit to some Attasian scholars for a better explanation.
        I'm just a student. Not an authority.
By the way, I have not go deeper into 'Assabiyyah yet. Later.
Wallahua'lam.



  •          Nik Azmi: I understand all that you have said above, except for that I disagree with the "pre-Islamic... not as important".
And I am familiar with what Al-Attas elaborated about Malay history before I came to know him.
It is the "Islamisation" part which I have "issues" with. I will not say disagreement, but I must state that this is open to contest, as I do not see how "Islamisation" changes things in the way that Al-Attas asserted....
Having said that, I am also aware (as you have also said) that the "Islamisation" as proposed by Al-Attas has yet to be completed. This is the point of contention, I may argue, as the idea of "Islamisation" per Al-Attas seems to be something novel. Is it not "completed" or is it something that cannot be completed i.e. a continuous process of evolution, as Islam really is?
I have also questioned before if this means reinventing the wheel, or is it a continuation, or an upgrade of the works of Al-Ghazali (and those before and after him)? I have also asserted that reinventing the wheel would be something at a different level altogether, although I cannot be sure unless I read more.
I can only form my opinion if a few questions around this area is satisfactorily answered. Until then, I will have to leave it where it is now.
To relate to the topic above, as you have clarified, it is not about disowning history literally. Yet again, I must re-emphasise that pre-Islam history is yet ever as important if we want to ensure that objectivity is not in any way compromised, as you have yourself said, "fakta tiada boleh disamakan dengan hakikat".
However, allow me to also quote from your own line, "Fakta sejarah dan hakikat sejaah berbeda dari segi ontologi".
What is the truth?
A muhaqqiq, as I understand it, cannot afford to impair his objectivity by doing a selective examination. This is different, of course, if a discourse has been qualified in the very beginning, where the outcome of a discourse is expected to be partial. However, as far as a claim to the truth is concerned, nothing can be left out.
When quoting Heidegger, I assume that you also recognise that he can be as wrong as we are, if not worse, and vice versa. If he choses to anchor his identity to ancient Greece/Greeks, that is simply a matter of choice, although the current Pope's official stance is that Europe's identity and root is in Christianity.
As far as the Malay identity is concerned, I cannot come to comfort myself that "Malayness" lie in Islam, when many others, whether Indonesian, Filipinos or Cambodian, has yet to move on to embrace Islam. Whether that is the truth or not, I cannot say, although that is a fact.
That does not mean that Malayness and Islam are mutually exclusive, as we in Malaysia are aware that the two are interwoven within our social fabric. What I am trying to get at here is that there are many parts of the Malay world, which gives us the Malay identity, still fall outside the circle of Islam, and to ignore that is a great injustice to our own history, and our own self.
My proposal is that to recognise that there is a Malay-Muslim identity that we have now in Malaysia, and also in the greater part of Southeast Asia, and at the same time do not deny our pre-Islam heritage, and recognise the non-Muslim Malay's claim to the Malay heritage.
Islam is, afterall, a universal religion, a "din" which goes beyond all boundaries, social, cultural or otherwise.
To anchor the Malay identity to Islam is not wrong, but to detach the non-Islamic, to the point of rejecting what is alive and in existence, does not seem to be something that a man of truth would do.
Verily, Allah knows best.



Pada saya masalah yg timbul bila kita mahu menyamaratakan keutamaan semua peristiwa sejarah.Para sejarawan muslim bercanggah kesimpulannya ada beberapa kemungkinan.Kalau mereka merujuk rekod yg sama tetapi berbeza kesimpulannya sudah pastilah kesan dari kesalah fahaman salah seorang dr mereka. Ini pun mungkin salah satu kesan dari ideologi yg menjadi dasar pemikiran mereka.Jika sumber rekod yg berbeza pastilah juga berbeza kesimpulannya.
Sesungguhnya, Allah sahaja yang Maha Mengetahui :)